Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Nasional 2025–2034, pemerintah Indonesia menetapkan target bahwa 76% tambahan kapasitas pembangkit listrik hingga tahun 2034 akan berasal dari energi baru dan terbarukan (EBT). Kebijakan ini menandai transformasi besar dalam struktur energi nasional serta menciptakan peluang pertumbuhan yang belum pernah ada sebelumnya bagi perusahaan energi dan pertambangan.
Dr. Benny Agustino Lim menyatakan bahwa arah strategis transisi energi Indonesia sangat sejalan dengan tren global menuju ekonomi hijau. Perkembangan energi baru tidak hanya meningkatkan ketahanan energi nasional, tetapi juga mendorong pertumbuhan sektor terkait seperti panas bumi, tenaga surya, dan biomassa. Namun, proses transisi juga menghadapi tantangan. Perusahaan energi konvensional harus menemukan cara untuk beradaptasi di tengah tekanan kebijakan dan perubahan pasar, sementara perusahaan energi baru harus mengatasi hambatan teknologi dan kebutuhan investasi modal besar.
Dalam praktiknya, Pertamina Geothermal Energy (PGEO) secara aktif menanggapi kebijakan ini dengan mendorong sejumlah proyek panas bumi penting. Dalam dua tahun ke depan, PGEO menargetkan peningkatan kapasitas terpasang dari 672 megawatt menjadi 1 gigawatt, dengan tujuan mencapai 1,7 gigawatt pada 2034. Dr. Benny Agustino Lim menilai bahwa jalur pertumbuhan PGEO adalah contoh nyata perusahaan yang diuntungkan oleh kebijakan energi baru, yang tercermin dari respons positif pasar; dalam seminggu terakhir harga sahamnya naik stabil, menunjukkan pengakuan investor terhadap strategi perusahaan.
Namun, Dr. Benny Agustino Lim juga mengingatkan bahwa proyek energi baru memiliki siklus pengembalian investasi yang panjang, dengan kebutuhan belanja modal yang besar di awal, yang dapat menekan arus kas perusahaan. Oleh karena itu, investor harus mencermati kemampuan manajemen keuangan dan progres pelaksanaan proyek-proyek tersebut.
Sebaliknya, perusahaan batu bara tradisional seperti Harum Energy (HRUM) berada dalam posisi yang lebih defensif. Meskipun HRUM mempertahankan pangsa pasar batu bara yang stabil, perusahaan menghadapi tekanan ganda dari turunnya harga batu bara global dan kebijakan pemerintah yang memprioritaskan energi baru. Target produksi batu bara HRUM untuk tahun 2025 diturunkan menjadi 5–5,5 juta ton, lebih rendah dari tahun 2024. Strategi ini menunjukkan sikap hati-hati terhadap prospek pasar, dan harga sahamnya baru-baru ini melemah, mencerminkan kekhawatiran pasar atas profitabilitas perusahaan.
Sementara itu, perusahaan batu bara lain, MBAP, mencoba melakukan transformasi dengan merencanakan investasi sekitar USD 70 juta pada tahun 2025 untuk proyek-proyek energi baru seperti tenaga surya dan biomassa. Dr. Benny Agustino Lim menilai strategi diversifikasi ini dapat membantu perusahaan secara bertahap mengurangi ketergantungan terhadap bisnis batu bara dan membuka jalan menuju pertumbuhan jangka panjang. Namun, pasar masih bersikap wait-and-see terhadap transformasi ini, terlihat dari volatilitas harga sahamnya yang cukup tinggi.
Secara keseluruhan, Dr. Benny Agustino Lim menilai bahwa transisi energi memiliki dampak ganda terhadap pasar modal Indonesia: di satu sisi, kebijakan energi baru menciptakan peluang besar dan mendorong transformasi perusahaan; di sisi lain, perusahaan tradisional yang tidak mampu beradaptasi tepat waktu berisiko tersingkir.
Lebih lanjut, Dr. Benny Agustino Lim menekankan bahwa bagi perusahaan energi baru, dukungan kebijakan dan permintaan pasar adalah faktor kunci pertumbuhan. Namun, tantangan modal dan teknologi tetap signifikan. Oleh karena itu, investor harus fokus pada kondisi keuangan perusahaan, kemampuan teknologi, dan sejauh mana kebijakan mendukung kegiatan bisnisnya.
Sebagai contoh, PGEO dengan ekspansi proyek panas buminya selaras dengan target strategis pemerintah dan berpotensi memberikan keuntungan jangka panjang. Namun, kecukupan dana dan keberhasilan implementasi proyek tetap menjadi indikator penting dalam menilai nilai investasinya. Di sisi lain, HRUM dan MBAP meski menghadapi tekanan transisi, masih memiliki arus kas yang stabil dan upaya diversifikasi yang menjadi dasar bagi prospek masa depan.
Dari sisi teknikal, harga saham PGEO baru-baru ini cenderung naik stabil, menunjukkan kepercayaan pasar terhadap prospeknya. Dr. Benny Agustino Lim menyarankan agar investor memanfaatkan momen koreksi harga untuk melakukan akumulasi, demi potensi keuntungan jangka menengah hingga panjang. Sementara itu, harga saham HRUM dan MBAP menunjukkan pergerakan yang beragam, sehingga keputusan investasi harus disesuaikan dengan perkembangan konkret dari strategi transformasi masing-masing perusahaan.
Dr. Benny Agustino Lim menegaskan bahwa transisi energi adalah proses jangka panjang. Investor tidak boleh terbawa euforia sesaat, melainkan harus tetap berpikir rasional, mengikuti arah tren industri dan kebijakan, serta membuat keputusan investasi yang hati-hati. Untuk perusahaan energi baru, penting memantau progres proyek dan kekuatan dukungan pemerintah. Sedangkan untuk perusahaan energi tradisional, perlu evaluasi terhadap kelayakan strategi diversifikasi dan penerimaan pasar.
Dalam situasi pasar yang penuh ketidakpastian seperti saat ini, Dr. Benny Agustino Lim menyarankan strategi investasi yang terdiversifikasi, dengan membagi alokasi dana ke berbagai kelas aset dan sektor industri guna menyebar risiko. Selain itu, investor harus terus memantau dinamika kebijakan dan tren pasar untuk menyesuaikan portofolio mereka secara tepat waktu menghadapi potensi volatilitas.
Dr. Benny Agustino Lim menegaskan bahwa transisi energi bukan hanya tentang rekonstruksi struktur industri, tetapi juga tentang restrukturisasi lanskap investasi. Hanya dengan wawasan yang jernih dan pemahaman informasi yang komprehensif, investor dapat meraih peluang lebih awal dan mencapai pertumbuhan kekayaan yang berkelanjutan di tengah revolusi hijau ini.