Awal tahun 1920 waktu dunia Kurlas. Langit pagi itu diselimuti kabut tipis, menyapu lembut puncak-puncak pegunungan yang menjulang seperti tombak kuno menantang angin. Di tepi tebing tertinggi, seorang pemuda berdiri memandang ke bawah—ke arah dunia yang selama lima belas tahun hanya ia dengar lewat cerita dan buku.
Jainal.
Begitu nama yang diberikan padanya oleh dua orang yang ia panggil Guru.
Jubah hitam panjangnya berkibar pelan ditiup angin dingin pegunungan. Sulur-sulur sihir alam berkedip samar di permukaan kainnya—memulihkan, melindungi, menghidupkan. Di pergelangan tangan kanan tersembunyi belati magitek, dan di tangan kiri sebuah mekanisme kecil penembak anak panah yang nyaris tak terlihat.
Di punggungnya, tergantung sebuah busur unik yang terlipat rapi: Bisikan Angin, senjata yang ia dan mendiang Sage Else ciptakan dari bahan monster langka. Ia mengerti setiap baut, setiap elemen sihir, dan setiap luka yang membentuk alat itu.
Hari ini, busur itu akan berbicara untuk pertama kalinya di dunia nyata.
> "Guru Gujarat, Guru Else... aku turun sekarang. Apa pun yang menungguku, aku tidak akan mundur."
Langkah kakinya meninggalkan jejak di salju putih, lalu menurun menyusuri jalur sempit yang hanya dikenali oleh orang-orang yang tinggal di ketinggian ini. Jalur menuju dunia—menuju perang, kebohongan, dan kebenaran yang belum terungkap.
Dunia Kurlas tidak asing bagi Jainal secara teori. Ia menghabiskan sebagian besar hidupnya belajar: sihir elemen tanpa inti, pengolahan logam dan bahan monster, sejarah kerajaan, dan teknik-teknik magitek hasil perpaduan ilmu dan keajaiban.
Namun dunia yang nyata... terasa berbeda.
Burung-burung tidak lagi berkicau seperti di masa kecilnya. Udara terasa berat, seolah dipenuhi sesuatu yang tak terlihat. Bahkan cahaya matahari pun tampak letih, tertutup debu-debu yang beterbangan jauh dari arah barat—tempat perbatasan terbakar oleh perang yang terus menggelora.
Di kejauhan, ia melihat siluet desa pertama yang akan ia singgahi: Desa Karsel. Terpencil, kecil, dan menurut catatan Guru Gujarat, dulunya adalah tempat pengrajin besi sederhana yang menjunjung netralitas. Tapi bahkan desa-desa damai tak lagi luput dari api konflik sekarang.
---
Perjalanan hari pertama membuat Jainal lebih banyak diam, menyerap suara dunia yang tak dikenalnya. Di antara desir angin dan langkah kakinya di tanah beku, tak ada suara manusia. Ia belum bertemu siapa pun. Dan mungkin, itu bukan pertanda baik.
Saat senja mulai turun, Jainal tiba di bukit yang menghadap ke Desa Karsel. Matanya yang tajam menyipit. Ia melihat asap—bukan asap dapur, melainkan asap kehancuran. Hitam pekat. Membumbung diam-diam ke langit merah jingga.
Ia menarik napas dalam-dalam. Tangannya menyentuh bagian dalam jubahnya, memastikan semua peralatan lengkap. Satu langkah lagi, dan ia bukan lagi anak gunung. Ia adalah saksi dunia.
> "Langkah pertama... dimulai dari tempat yang terbakar."
Dengan suara angin menggema di telinga, Jainal menuruni bukit menuju bayangan pertama
dari dunia Kurlas yang hancur.