"..."
Pria berambut coklat yang merupakan bos Mariposa itu menatap Arvani dengan seksama. Suasana tegang di dalam ruangan hanya dihiasi oleh suara televisi.
Arvani menyesal sudah berbicara padahal dia ingin berpura-pura menjadi perempuan bisu sedangkan pria itu menyesal karena membuat Arvani menyadari indentitas sebagai Kelinci Merah yang membunuh anggota keluarga bangsawan agung.
"Kau bisa memanggilku Daniel ... Dan untuk yang tadi bisa tolong rahasiakan dari orang lain, kecuali Mariposa dan Ardi."
Arvani mengangguk. "Sebaliknya, tolong rahasiakan juga kalau aku bisa berbicara."
Daniel mengangguk singkat. "Baiklah."
'Bunuh saja dia. Pria itu tidak terlalu kuat.'
Dahi Arvani sedikit berkerut mendengar kata-kata Kensei. Setelah sekian lama diam pria itu malah menyuruhnya untuk membunuh. Hanya orang gila yang mau menurutinya.
Keheningan kembali terjadi. Arvani fokus menonton televisi seraya mengabaikan perkataan Kensei terkait pembunuhan.
Daniel kembali fokus pada komiknya. Sesekali ia mengambil ponsel untuk sekedar bermain game online.
Brak!
Pintu di dobrak, menampilkan Ardi dan juga Mariposa yang menguap lebar. Arvani merasa jika seseorang harus memperbaiki pakaian dokter itu kalau tidak ingin hal kurang mengenakkan terjadi. Lihatlah, 3 kancing kemeja bagian atasnya terbuka. 3 kancing!
"Mariposa, perbaiki pakaianmu," ujar Daniel merasa tak nyaman.
"Baaik~"
Setelah merapikan pakaiannya, Mariposa mengambil kacamata bulat dari saku dan memakainya. Wanita berambut merah maroon itu terkejut melihat kehadiran Arvani.
"Eh? Arvani, kenapa kau di sini? Apa bos juga memintamu masuk ke guildnya?"
""Kau yang mengirimnya kemari!!""
Ardi dan Daniel berteriak bersamaan.
Dokter berkacamata itu tertawa kaku. "Oh maaf, salahku. Karena sudah terlanjur datang kemari. Arvina, bagaimana kalau kau masuk ke guild kami?"
"Aku sudah menawarinya dan dia menolak," ujar Daniel.
Mata coklat Mariposa menatap bosnya sekilas lalu tersenyum remeh. "Itu pasti karena anda tidak menawarinya dengan benar bos. Kita itu sedang kekurangan pekerjaan pak bos. Hei Arvani, apa kau tahu kalau bekerja di sini kau bisa tinggal di wisma dekat kantor? Gratis untuk 3 bulan pertama loh. Bagaimana?"
Arvani memiringkan kepalanya sebagai jawaban.
Alasan utama Arvani menolak tadi itu karena dia tidak begitu mengenal Daniel. Bisa saja pria itu akan menjadikan dirinya sebagai umpan yang bisa dibuang begitu saja seperti kelompok Arvani sebelumnya.
Mariposa pun kembali menjelaskan tentang pekerjaan yang akan dilakukan Arvani jika bergabung.
Dia tidak akan disuruh bersih-bersih melainkan membantu Ardi menghitung hasil monster. Adri sendiri memiliki kekuatan yang tidak biasa hanya saja pria itu sedikit tidak peduli pada hasil buruannya.
Semakin banyak pekerjaan yang bisa dilakukan Arvani maka gajinya akan semakin besar.
"Kau tidak perlu tanda pengenal atau apapun asalkan mau menjadi Kelinci Merah," tambah Daniel di sela-sela obrolan.
"Apa maksud itu bos?! Anda membocorkan identitas anda pada Arvani?" Kali ini Ardi yang berbicara dengan nada kesal. Lebih tepatnya dia kesal karena bosnya itu seolah tak peduli identitas Kelinci Merah yang merupakan buronan itu bocor.
Dahi Daniel sedikit berkerut. Ia menghela nafas panjang.
"Pertama, harusnya kalian sekarang memanggilku Guildmaster. Kedua, aku tidak bisa menjadi Guildmaster dan juga Kelinci Merah di waktu bersamaan. Ketiga, Arvani hanya akan menjadi semacam Kelinci Merah palsu untuk memancing pihak musuh dan sebagai gantinya aku akan memastikan keamanan Arvani sepenuhnya."
Ketiga orang itu pun menatap Arvani selaku orang yang ditawari.
Arvani mengangguk. "Yah ... aku setuju asal kalian tidak memintaku menunjukkan kartu identitas atau semacamnya. Aku tidak punya itu."
Daniel dan Mariposa tersenyum senang karena akhirnya anggota Guildnya bertambah satu orang.
"Tenang saja. Sebagai Guildmaster aku akan menjamin keamananmu seratus persen."
"Sebentar! Kau bisa bicara?!" Ardi bertanya-tanya. Dia melirik ke arah Daniel dan Mariposa yang sudah mengetahui tersebut.
Mariposa tertawa. "Aku sudah tahu karena dulu pernah memeriksakan kondisi tubuhnya."
Daniel bangkit dari kursinya dan berjalan perlahan menuju Arvani. "Terima kasih sudah percaya pada kami, Arvani. Mohon bantuan untuk kedepannya."
Perempuan berambut hitam itu tak dapat menahan senyumannya. Ini pertama kalinya ia melakukan kesepakatan yang saling menguntungkan.
"Ya, mohon bantuannya," balas Arvani seraya menerima salaman Daniel.
.
.
.
Persiapan pindahan berjalan dengan cepat berkat bantuan Mariposa yang memungkinkan wanita itu untuk memindahkan sesuatu ke tempat yang sudah ia tandai. Untuk masalah berkas-berkas, Ardi dan Mariposa memutuskan untuk membuat sandiwara kecil.
"Astagaa~ Kami adalah sepupu jauh anak ini. Lihatlah kondisinya, sudah lama sekali aku melihatmu dan sekarang kau seperti orang kurang makan. Malang sekali nasibmu~"
"Itu benar! Petugas! Biarkan kami saja yang mengurus anak ini kedepannya."
"Maaf ya, Arvani sayang~ sudah membiarkanmu begitu menderita huhuhu."
"..."
Entah apa yang harus dikatakan pokoknya Arvani hanya diam melihat kedua rekannya— Ardi dan Mariposa yang melakukan drama keluarga dadakan. Entah bagaimana juga petugas yang mengurus rumah susun juga langsung memberikan persetujuan.
'Apa ini juga termasuk kekuatan miracle mereka?' Batin Arvani bertanya-tanya.
Fasilitas di wisma cukup lengkap bagi Arvani, ada kamar mandi dengan air panas, AC, dapur kecil, serta tempat untuk menjemur pakaian.
Sore harinya Arvani langsung bekerja menemani Ardi berburu monster di luar tembok. Perempuan itu sedikit panik karena cara Ardi mengendarai mobil yang begitu cepat. Apalagi jalan di luar tembok sebagai besar sudah rusak.
"Jadi ... Monster seperti apa yang mau kita buru?" Tanya Arvani.
Angin kencang dari jendela mobil jib yang terbuka membuat rambutnya sedikit berantakan.
Ardi dengan kacamata hitamnya hanya tersenyum. "Well, itu tergantung dari monster mana yang berani menghalangi mobil. Omong-omong, aku mau pergi ke kota Gotan untuk bertemu seorang kenalan. Kau tidak masalah bukan?"
Mendengar nama kota tempat tinggalnya membuat Arvani kembali teringat akan pak tua.
"Tidak masalah. Aku juga ingin memeriksa seseorang di sana."
"Bagus."
Dalam perjalanan sesekali Ardi harus menghentikan mobil karena muncul monster. Arvani yang awalnya panik kini sudah tenang melihat betapa mudahnya Ardi menghabisi monster-monster tersebut.
Mulai dari anjing gila, kelelawar penghisap darah, bahkan seekor singa yang hampir berubah wujud menjadi chimera pun berhasil dikalahkan oleh Ardi dengan tangan kosong.
Pria itu menoleh ke arah Arvani yang masih berada di dalam mobil.
"Hei Arvani, monster mana saja yang memiliki bayaran paling besar?"
Arvani turun dari mobil dan mengamati sekumpulan tubuh monster tersebut dan menunjuk ke arah chimera singa.
Tubuh monster itu sebagai besar masih berbentuk singa tapi dengan ekor ular. Jika tidak segera diburu maka monster ini akan mengalami evolusi dengan merubah bagian kaki belakang menjadi kaki elang, lalu menumbuhkan sayap dan kepala elang.
"Yang paling mahal tentu saja singa ini, kalau gak salah harganya bisa untuk membeli mobil mewah."
Ardi tertawa. "Aku tidak butuh mobil yang lagi. Kalau begitu tubuh singa ini kita ambil. Yang lain tinggalkan saja."
Arvani tak ambil pusing. Orang lemah seperti dirinya tidak akan mengerti isi pikiran mereka yang berada jauh diatas, begitupun sebaliknya.