Kau makan sambil bersendawa keras.
Di sebelahmu, anak kecil memeluk perut kosong.
Katamu:
"Aku selalu bersyukur, Tuhan baik sekali padaku."
Sayangnya, mulut satunya lupa bertanya:
"Apakah Tuhan baik juga pada mereka yang kulupakan?"
Doamu panjang,
Tapi tak satu pun isinya untuk seorang yang belum sempat mengunyah pagi.
Doamu panjang,
Tapi tak satu pun kau ikhlas dengan cobaan.
Doamu panjang,
Tapi keluhmu membabi buta bagai perang dunia ke dua
Katamu:
"Bersyukur itu cukup di hati."
Tapi tanganmu tak pernah terbalik, melainkan menadah.
Di ujung meja, kau tertawa
dengan sendok emas, dan mulut yang tak henti memanipulasi kata.
Perutmu bukan saja kenyang, ia congkak.
Sementara di sebelahmu, ada sunyi yang menggigil lapar.
Kau anggap itu angin?
Atau hanya bayangan meja yang tak penting?
Mungkin kau pikir,
lapar itu penyakit karena malas
Padahal yang malas hanya hatimu.
Yang terlanjur jadi bangkai dan peternak belatung dalam nuranimu, hingga untuk sadar dan merasa salah pun kau tak bisa sanggup.