Dia telah menjadi titik yang menolak menjadi bagian dari garis.
"Kenapa harus bergerak," gumamnya,
"jika diam bisa menciptakan arah sendiri?"
Angin mencoba menyentuhnya,
namun ia bungkus dirinya dalam usia yang harus dihormati.
Bukan untuk bersembunyi, sebab tak ada yang mengartikan selain ia sendiri.
Ia membangun langit dari bawah,
dan menolak mentah setiap gravitasi sebuah pemahaman.
Semua hal yang jatuh
ia tafsirkan sebagai salam hormat dari alam.
Ia memelihara suasana yang mencekam, diajak bicara,
diberi makan dari suapan-suapan asumsi tentang siapa yang paling layak didengar.
Sayang sekali, ia tak sekali pun sadar bahwa ia sedang dikurung oleh cermin yang ia lucuti berpuluh tahun.