Cherreads

Chapter 6 - ADA YANG LAIN

Aku menoleh ke arah wanita di sampingku. Matanya berubah.

Penuh kegelisahan.

Dia terlihat gugup… bahkan sedikit ketakutan.

Kareesa.

Apakah itu namanya?

Aku refleks ingin melindunginya.

Melihat dia sangat ketakutan.

Namun, gadis itu menepis perlindungan dari aku.

Aku baru sadar,

siapa aku baginya?

Aku tahu, aku bukan siapa-siapa.

Hanya pria asing yang baru saja dia temui di bawah langit malam di Paris.

“Ya…!”

Gadis yang di sampingku pun menoleh ke arah seseorang yang sepertinya memanggil namanya.

Dia seketika berdiri dari duduknya dan berusaha menjauh dariku.

“Apa yang sedang kamu lakukan malam-malam seperti ini, Kareesa?! Kamu dari mana saja, dear...?! Kamu tahu? Aku mencarimu sampai kemana-mana.....”

Seorang lelaki muda tampak menghampiri kami, dan meraih telapak tangan gadis yang ternyata bernama Kareesa.

Dia berdiri seperti tiang kokoh di tengah badai : tinggi, tegap dan tak tergoyahkan.

'Siapa dia?'

gumamku ingin tahu, dan kusimpan pertanyaan itu dalam hati.

“Are you okay?”

Suara itu datang dalam nada yang tenang, namun penuh tuntutan.

Pria itu berdiri di hadapan Kareesa, sorot matanya menelisik dalam, seolah hendak membaca isi hati gadis itu hingga ke akar yang tersembunyi.

Kareesa tidak menjawab.

Tubuhnya mematung, dan pandangannya justru beralih padaku.

Ada kegelisahan dalam matanya.

Ada luka yang belum sembuh.

Lalu pria itu membuka suara lagi.

Kali ini lebih tajam, lebih menyesakan.

"Siapa dia? " tanyanya perlahan namun menghujam.

"Aku tahu kamu marah... Aku tahu aku pantas dipersalahkan... Tapi bukan berarti kamu bisa begitu saja membuka diri pada pria asing.... Apalagi di kota ini.... Di Paris.. "

Ucapannya mengambang, namun sarat dengan rasa kepemilikan dan kecemburuan yang tidak bisa ia sembunyikan.

Ia menatapku sejenak.

Tegas.

Dingin.

Dan cukup untuk membuat udara di antara kami mengencang.

Lalu tatapan matanya kembali ke gadis di hadapannya, yang masih diam membisu, seperti menimbang antara luka lama dan luka baru.

Dan seperti kebingungan.

Dan dalam diam itu, ada berjuta kata yang tidak sempat diucap.

Antara dua hati yang tidak pernah saling mengisi...

Dan kini saling menyakiti.

"... "

Aku hanya diam membisu...

Lagi-lagi, taman ini menyuguhkan kisah cinta yang retak di ujung pengakuan.

Entah takdir macam apa yang mempertemukan aku dengan sepasang hati yang sepertinya, pernah saling mencintai, namun saling menyakiti.

Itu hanya dugaan dalam sudut pandangku.

Aku tidak ingin terlibat terlalu jauh.

Rasa asing dan luka yang bukan milikku tak seharusnya kutanggung.

Dengan perlahan, aku bangkit dan berusaha meninggalkan kisah yang bukan bagianku.

Aku berusaha untuk menjauh,

dan melewati mereka.

Lelaki itu menatapku, tampak semakin dekat, memperhatikanku dengan mata yang sempit dan tajam.

Kemarahannya terlihat jelas dari wajahnya. Aku bisa membaca ketegangan dari gerak tubuhnya.

Wajahnya menyiratkan blasteran.

Matanya berkali-kali memicing curiga,

seolah menuduhku tanpa suara.

Aku merasa seperti orang ketiga yang tak sengaja tersesat di kisah yang bukan milikku.

Jantungku mendadak terasa berat...

padahal, baru saja aku merasakan hangatnya kebersamaan yang hampir membuatku lupa pada kenyataan.

Sekilas, aku menyadari satu hal.

Dia tak lebih tinggi dariku.

Tapi aku tahu, tinggi tak selalu berarti kuat.

Kali ini aku merasa kalah, bukan karena tubuhku, tapi karena posisi hatiku.

Namun, saat langkahku semakin menjauh,

"Wait...!!"

Suaranya menembus udara, pelan tapi tajam, seperti angin musim gugur yang menggugurkan satu-satu daun di hatiku.

Aku terhenti.

Tubuhku membeku.

Dan saat aku menoleh, dia berkata,

“what have you done with my love?!”

(Apa yang sudah kamu lakukan dengan kekasihku?!)

Pria itu menatapku tajam,

tidak, melainkan seperti menusuk.

Tatapannya seperti sebilah pisau, mengiris setiap lapis keheningan di antara kami.

Aku tidak menjawab, aku hanya diam.

Kareesa melangkah mendekati lelaki itu, perlahan menggenggam tangannya,

seolah diam-diam memohon, jangan buat keributan.

“Iamokay, Sebastian...” bisiknya, nyaris tak terdengar, hanya sehembus di antara mereka.

Nada bicaranya datar,

tapi sorot matanya ke arahku...

Dengan tatapan yang membuat waktu seakan berhenti.

Tatapan yang mengandung pertanyaan, harapan, dan mungkin...

Sesuatu yang bahkan belum bisa ia pahami sendiri.

Aku jadi semakin bingung.

Apa yang sedang mereka perbincangkan? Kata-kata yang mereka lontarkan terlalu cepat dan asing.

Ada bahasa yang tidak aku fahami.

“Dia bukan siapa-siapa… Dia hanya kenalanku. Dan dia tidak tahu apa-apa...Jadi tolong jangan berpikir terlalu jauh!”

Mereka seperti mulai bertengkar.

Aku bisa melihat nada frustrasi di wajah Kareesa, dan sorot curiga dari lelaki di hadapannya.

Tangan lelaki itu terus menunjuk ke arahku, seperti sedang menyudutkanku.

Angin malam yang tadinya hanya bermain lembut di rambutku,

kini berubah tajam menusuk.

Lampu-lampu taman mulai meredup, seolah ikut memadamkan harapan yang baru saja tumbuh di hatiku.

Kepalaku mendadak berputar.

Rasanya berat.

Aku merasa pusing dan bergegas pergi dari pandangan mereka.

Aku harus pergi.

Meninggalkan gadis itu.

Dan lelaki yang mungkin saja adalah kekasih yang sedang mencarinya.

Belum terlalu jauh aku menjauh dari mereka.

Langkahku kembali terhenti,

ketika kudengar suara yang familiar memanggilku.

Gadis itu mengejarku.

Suaranya terdengar lembut,

tapi cukup tegas untuk memecah ketegangan.

"Messieurs, excusez-moi... Merci de m’avoir protégée."

("Tuan-tuan, maaf... Terima kasih sudah menjagaku.")

Aku menatapnya sejenak dan tak tahu kenapa, tapi hatiku terasa mengerut.

Lalu aku mengangguk pelan dan membalas dengan suara serak:

"D’accord... Désolé, je dois y aller."

("Oke... Maaf, aku harus pergi.")

jawabku singkat, hampir tak terdengar oleh angin malam yang mulai menari di sekeliling kami.

Tiba-tiba, gadis bernama Kareesa itu menggenggam tanganku.

Sebentar saja.

Tapi cukup membuat waktu terasa melambat.

Ada kehangatan yang tersisa dari sentuhannya.

Hangat yang tak seharusnya ada,

dari seseorang yang akan kembali ke pelukan pria lain.

Belum sempat aku menjelaskan apapun.

Belum sempat aku mengucapkan bahwa aku menyukai senyum indah yang dia berikan malam itu.

Senyum yang sempat menghangatkan kesendirian dalam pikiranku.

Kareesa pun sudah kembali.

Dia berlari kecil, rambut panjangnya yang curly bergoyang mengikuti langkah, menghilang dalam pelukan lelaki yang menunggunya di sana.

Aku berbalik dan kembali melangkah.

Langkahku pelan namun mantap,

semakin menjauh dari mereka berdua.

Tidak menoleh sama sekali,

tidak ada panggilan lagi.

Aku semakin jauh,

meninggalkan kursi taman yang menjadi saksi bisu drama cinta yang tak seharusnya kuusik.

Angin Paris malam itu berembus lembut, seolah ikut membisikkan perpisahan dalam sunyi.

Bagaimana mungkin…

Dia berkata aku telah menjaganya,

padahal aku tanpa hak, telah menciumnya.

Mencium gadis yang bukan milikku.

Yang hatinya…

ternyata sudah menjadi milik pria lain.

Seorang pria yang kini kutahu bernama Sebastian.

Hati ini terasa seperti tertampar kenyataan yang telat kusadari.

Apa yang kulakukan barusan?

Apakah perlindungan yang ia maksud…

atau pelanggaran yang tak termaafkan?

Aku,

yang hanya seorang asing dalam ceritanya,

telah melangkah terlalu jauh.

Dan kini, aku hanya bisa pergi,

membawa rasa bersalah yang menusuk lebih dalam dari tatapan Sebastian barusan.

---

Kata-katanya tadi terdengar sederhana,

tapi cukup untuk menusuk sesuatu di dalam hatiku.

Aku tadi sempat menatapnya,

mencoba membaca apakah ada kejujuran di balik ucapannya, atau hanya pelarian dari sesuatu yang dia sendiri pun belum pahami.

Entah kenapa dia berkata seperti itu padaku.

Sedangkan dia bahkan tak tahu siapa aku, dan dari mana aku berasal.

Aku pun kini sudah sangat jauh.

Kali ini benar-benar menjauh.

Menjauh dari seorang gadis yang hanya sempat singgah, bukan untuk tinggal.

Aku merasa seperti seseorang yang tanpa sengaja mengusik hubungan yang sudah retak, hanya karena aku terlalu dekat, terlalu lama, dan terlalu berharap.

Padahal awalnya…

tak sedikit pun terlintas dalam pikiranku bahwa pertemuan singkat ini akan memberi jejak sedalam ini.

Harusnya aku sadar sejak awal,

aku hanya orang asing.

Yang mungkin telah menjadi alasan pertikaian, walau tanpa sengaja.

Aku menoleh ke arah belakang, dalam jarak yang sangat jauh, tapi masih mampu aku pandang.

Sepertinya, mereka telah pergi.

Bahkan, sepertinya menghilang ke arah yang berlawanan dengaku.

Tak ada jejak yang tersisa, selain ingatan yang terlalu cepat tumbuh di malam yang dingin ini.

Aku menendang sebuah batu kecil di jalan setapak taman.

Batu itu tak bersalah.

Namun seperti aku, ia hanya terseret dalam jalan yang tak pernah ia pilih.

Entah kenapa malam ini terasa lebih sunyi.

Dan aku merasa kehilangan…

sesuatu yang bahkan belum sempat benar-benar kugenggam.

More Chapters